BAB 1
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Empiema merupakan komplikasi yang paling sering dari pneumonia pneumokokus, yang terjadi sekitar 2 % dari semua kasus. Meskipun telah ada antibiotik yang potensial, pneumonia bakterial masih menyebabkan morbiditas dan mortalitas di Amerika. Setiap tahun angka kejadian pneumonia bakterial diperkirakan sekitar 4 juta dengan rata-rata 20 % membutuhkan perawatan di rumah sakit. Karena sebanyak 40 % penderita yang dirawat di rumah sakit dengan pneumonia bekterial memiliki efusi pleura. Efusi terjadi akibat pneumonia merupakan persentase yang besar dari efusi pleura. Angka morbiditas dan mortalitas pada penderita pneumonia yang disertai efusi pleura lebih tinggi daripada penderita yang hanya menderita pneumonia saja.
Terdapat 91 kematian di rumah sakit di Indonesia, penyebab utamanya adalah infeksi bakteri parah (49,5%), diare (13,2%), dan kurang gizi (7,7%). Pneumonia atau empiema sebanyak 29 kematian di rumah sakit pada kelompok kotri dan 39 persen pada kelompok
plasebo. Apabila penerimaan di rumah sakit dipertimbangkan berdasarkan penyebabnya, pneumonia/empiema adalah yang paling utama, baik secara tunggal atau bersamaan dengan TB, malaria, dan kurang gizi. Bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonela adalah bakteri yang paling sering ditemukan dari biakan darah.
Meskipun tidak diketahui kapan sebenarnya emfiema dimulai, namun tampaknya terjadi dalam beberapa tahun antara perubahan patofisiologi awal dan onset timbulnya gejala. Karena secara klinik tidak mungkin untuk menentukan apakah pasien menderita bronkitis kronis atau emfiema, dan pasien biasanya memiliki beberapa keadaan yang ada pada keduanya, kriterianya akan ditampilkan pada pembahasan mengenai asuhan keperawatan empiema.
2. TUJUAN
a. Tujuan umum
Untuk mengetahui pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan ampiema.
b. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui pengkajian pada klien ampiema
2. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan pada klien ampiema
3. Untuk mengetahui intervensi pada klien ampiema
4. Untuk mengetahui implementasi pada klien ampiema
5. Untuk mengetahui evaluasi pada klien ampiema
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. DEFINISI
Empiema adalah keadaan terkumpulnya nanah ( pus ) didalam ronggga pleura dapat setempat atau mengisi seluruh rongga pleura( Ngastiyah,1997).
EMPIEMA adalah penumpukan cairan terinfeksi (pus) pada kavitas pleura(Diane C. Baughman,2000)
Empiema adalah penumpukan materi purulen pada areal pleural (Hudak & Gallo, 1997)
EMPIEMA adalah terkumpulnya cairan purulen (pus) di dalam rongga pleura. Awalnya rongga pleura adalah cairan encer dengan jumlah leukosit rendah, tetapi sering kali berlanjut menjadi yang kental. Hal ini dapat terjadi jika abses paru-paru meluas sampai rongga pleura. Empiema juga di artikan,akumulasi pus diantara paru dan membran yang menyelimutinya (ruang pleura) yang dapat terjadi bilamana suatu paru terinfeksi. Pus ini berisi sel sel darah putih yang berperan untuk melawan agen infeksi (sel sel polimorfonuklear) dan juga berisi protein darah yang berperan dalam pembekuan (fibrin). ). Ketika pus terkumpul dalam ruang pleura maka terjadi peningkatan tekanan pada paru sehingga pernapasan menjadi sulit dan terasa nyeri. Seiring dengan berlanjutnya perjalanan penyakit maka fibrin-fibrin tersebut akan memisahkan pleura menjadi kantong kantong (lokulasi). Pembentukan jaringan parut dapat membuat sebagian paru tertarik dan akhirnya mengakibatkan kerusakan yang permanen. Empiema biasanya merupakan komplikasi dari infeksi paru (pneumonia) atau kantong kantong pus yang terlokalisasi (abses) dalam paru. Meskipun empiema sering kali merupakan dari infeksi pulmonal, tetapi dapat juga terjadi jika pengobatan yang terlambat.
Jadi EMPIEMA adalah suatu keadaan dimana di dalam rongga pleura terdapat nanah(pus) sbg akibat dari infeksi bakteri akut, akibat traumatik dari luar atau akibat komplikasi penyakit paru lain yg tidak terkontrol.
B. ETIOLOGI
a. Infeksi yang berasal dari dalam paru :
Pneumonia
Abses paru
Bronkiektasis
TBC paru
Aktinomikosis paru
Fistel Bronko-Pleura
b. Infeksi yang berasal dari luar paru :
Trauma Thoraks
Pembedahan thorak
Torasentesi pada pleura
Sufrenik abses
Amoebic liver abses
c. Bakteriologi
Staphilococcus Pyogenes,. Terjadi pada semua umur, sering pada anak.
Streptococcus Pyogenes
Bakteri gram negatif
Bakteri anaerob
d. Penyebab lain dari empiema adalah :
1. Stapilococcus
Staphylococcus adalah kelompok dari bakteri-bakteri, secara akrab dikenal sebagai Staph, yang dapat menyebabkan banyak penyakit-penyakit sebagai akibat dari infeksi beragam jaringan-jaringan tubuh. Bakteri-bakteri Staph dapat menyebabkan penyakit tidak hanya secara langsung oleh infeksi (seperti pada kulit), namun juga secara tidak langsung dengan menghasilkan racun-racun yang bertanggung jawab untuk keracunan makanan dan toxic shock syndrome. Penyakit yang berhubungan dengan Staph dapat mencakup dari ringan dan tidak memerlukan perawatan sampai berat/parah dan berpotensi fatal.
2. Pnemococcus
Pneumococcus adalah salah satu jenis bakteri yang dapat menyebabkan infeksi serius seperti radang paru-paru (pneumonia),meningitis (radang selaput otak) dan infeksi darah (sepsis).Sebenarnya ada sekitar 90 jenis kuman pneumokokus, tetapi hanya sedikit yang bisa menyebabkan penyakit gawat. Bentuk kumannya bulat-bulat dan memiliki bungkus atau kapsul. Bungkus inilah yang menentukan apakah si kuman akan berbahaya atau tidak.
C. MANIFESTASI KLINIS
Empiema dibagi menjadi dua stadium yaitu :
1. Empiema Akut
Terjadi sekunder akibat infeksi tempat lain, bukan primer dari pleura. Pada permulaan, gejala-gejalanya mirip dengan pneumonia, yaitu panas tinggi dan nyeri pada dada pleuritik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura. Bila stadium ini dibiarkan sampai beberapa minggu maka akan timbul toksemia, anemia, dan clubbing finger. Jika nanah tidak segera dikeluarkan akan timbul fistel bronkopleura. Adanya fistel ditandai dengan batuk yang makin produktif, bercampur nanah dan darah masif, serta kadang-kadang bisa timbul sufokasi (mati lemas).
Pada kasus empiema karena pneumotoraks pneumonia, timbulnya cairan adalah setelah keadaan pneumonianya membaik. Sebaliknya pada Streptococcus pneumonia, empiema timbul sewaktu masih akut. Pneumonia karena baksil gram negatif seperti E. coli atau Bakterioids sering kali menimbulkan empiema.
2. Empiema Kronis
Batas yang tegas antara empiema akut dan kronis sukar ditentukan. Disebut kronis jika empiema berlangsung selama lebih dari tiga bulan. Penderita mengeluh badannya terasa lemas, kesehatan makin menurun, pucat, clubbing fingers, dada datar, dan adanya tanda-tanda cairan pleura. Bila terjadi fibrotoraks, trakea , dan jantung akan tertarik ke sisi yang sakit.
D. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala empiema secara umum adalah :
Demam
Keringat malam
Nyeri pleural
Dispnea
Anoreksia dan penurunan berat badan
Auskultasi dada, ditemukan penurunan suara napas
Perkusi dada, suara flatness
Palpasi , ditemukan penurunan fremitus
Tanda gejala empiema berdasarkan klasifikasi empiema akut dan empiema kronis:
a. Emphiema akut:
Panas tinggi dan nyeri pleuritik.
Adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura.
Bila dibiarkan sampai beberapa minggu akan menimbulkan toksemia, anemia, dan clubbing finger .
Nanah yang tidak segera dikeluarkan akan menimbulkan fistel bronco-pleural.
Gejala adanya fistel ditandai dengan batuk produktif bercampur dengan darah dan nanah banyak sekali.
b. Emphiema kronis:
Disebut kronis karena lebih dari 3 bulan.
Badan lemah, kesehatan semakin menurun.
Pucat, clubbing finger.
Dada datar karena adanya tanda-tanda cairan pleura.
Terjadi fibrothorak trakea dan jantung tertarik kearah yang sakit.
Pemeriksaan radiologi menunjukkan cairan.
E. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan
ASKEP TEORITIS EMPIEMA
BAB 1
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Empiema merupakan komplikasi yang paling sering dari pneumonia pneumokokus, yang terjadi sekitar 2 % dari semua kasus. Meskipun telah ada antibiotik yang potensial, pneumonia bakterial masih menyebabkan morbiditas dan mortalitas di Amerika. Setiap tahun angka kejadian pneumonia bakterial diperkirakan sekitar 4 juta dengan rata-rata 20 % membutuhkan perawatan di rumah sakit. Karena sebanyak 40 % penderita yang dirawat di rumah sakit dengan pneumonia bekterial memiliki efusi pleura. Efusi terjadi akibat pneumonia merupakan persentase yang besar dari efusi pleura. Angka morbiditas dan mortalitas pada penderita pneumonia yang disertai efusi pleura lebih tinggi daripada penderita yang hanya menderita pneumonia saja.
Terdapat 91 kematian di rumah sakit di Indonesia, penyebab utamanya adalah infeksi bakteri parah (49,5%), diare (13,2%), dan kurang gizi (7,7%). Pneumonia atau empiema sebanyak 29 kematian di rumah sakit pada kelompok kotri dan 39 persen pada kelompok
plasebo. Apabila penerimaan di rumah sakit dipertimbangkan berdasarkan penyebabnya, pneumonia/empiema adalah yang paling utama, baik secara tunggal atau bersamaan dengan TB, malaria, dan kurang gizi. Bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonela adalah bakteri yang paling sering ditemukan dari biakan darah.
Meskipun tidak diketahui kapan sebenarnya emfiema dimulai, namun tampaknya terjadi dalam beberapa tahun antara perubahan patofisiologi awal dan onset timbulnya gejala. Karena secara klinik tidak mungkin untuk menentukan apakah pasien menderita bronkitis kronis atau emfiema, dan pasien biasanya memiliki beberapa keadaan yang ada pada keduanya, kriterianya akan ditampilkan pada pembahasan mengenai asuhan keperawatan empiema.
2. TUJUAN
a. Tujuan umum
Untuk mengetahui pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan ampiema.
b. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui pengkajian pada klien ampiema
2. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan pada klien ampiema
3. Untuk mengetahui intervensi pada klien ampiema
4. Untuk mengetahui implementasi pada klien ampiema
5. Untuk mengetahui evaluasi pada klien ampiema
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. DEFINISI
Empiema adalah keadaan terkumpulnya nanah ( pus ) didalam ronggga pleura dapat setempat atau mengisi seluruh rongga pleura( Ngastiyah,1997).
EMPIEMA adalah penumpukan cairan terinfeksi (pus) pada kavitas pleura(Diane C. Baughman,2000)
Empiema adalah penumpukan materi purulen pada areal pleural (Hudak & Gallo, 1997)
EMPIEMA adalah terkumpulnya cairan purulen (pus) di dalam rongga pleura. Awalnya rongga pleura adalah cairan encer dengan jumlah leukosit rendah, tetapi sering kali berlanjut menjadi yang kental. Hal ini dapat terjadi jika abses paru-paru meluas sampai rongga pleura. Empiema juga di artikan,akumulasi pus diantara paru dan membran yang menyelimutinya (ruang pleura) yang dapat terjadi bilamana suatu paru terinfeksi. Pus ini berisi sel sel darah putih yang berperan untuk melawan agen infeksi (sel sel polimorfonuklear) dan juga berisi protein darah yang berperan dalam pembekuan (fibrin). ). Ketika pus terkumpul dalam ruang pleura maka terjadi peningkatan tekanan pada paru sehingga pernapasan menjadi sulit dan terasa nyeri. Seiring dengan berlanjutnya perjalanan penyakit maka fibrin-fibrin tersebut akan memisahkan pleura menjadi kantong kantong (lokulasi). Pembentukan jaringan parut dapat membuat sebagian paru tertarik dan akhirnya mengakibatkan kerusakan yang permanen. Empiema biasanya merupakan komplikasi dari infeksi paru (pneumonia) atau kantong kantong pus yang terlokalisasi (abses) dalam paru. Meskipun empiema sering kali merupakan dari infeksi pulmonal, tetapi dapat juga terjadi jika pengobatan yang terlambat.
Jadi EMPIEMA adalah suatu keadaan dimana di dalam rongga pleura terdapat nanah(pus) sbg akibat dari infeksi bakteri akut, akibat traumatik dari luar atau akibat komplikasi penyakit paru lain yg tidak terkontrol.
B. ETIOLOGI
a. Infeksi yang berasal dari dalam paru :
Pneumonia
Abses paru
Bronkiektasis
TBC paru
Aktinomikosis paru
Fistel Bronko-Pleura
b. Infeksi yang berasal dari luar paru :
Trauma Thoraks
Pembedahan thorak
Torasentesi pada pleura
Sufrenik abses
Amoebic liver abses
c. Bakteriologi
Staphilococcus Pyogenes,. Terjadi pada semua umur, sering pada anak.
Streptococcus Pyogenes
Bakteri gram negatif
Bakteri anaerob
d. Penyebab lain dari empiema adalah :
1. Stapilococcus
Staphylococcus adalah kelompok dari bakteri-bakteri, secara akrab dikenal sebagai Staph, yang dapat menyebabkan banyak penyakit-penyakit sebagai akibat dari infeksi beragam jaringan-jaringan tubuh. Bakteri-bakteri Staph dapat menyebabkan penyakit tidak hanya secara langsung oleh infeksi (seperti pada kulit), namun juga secara tidak langsung dengan menghasilkan racun-racun yang bertanggung jawab untuk keracunan makanan dan toxic shock syndrome. Penyakit yang berhubungan dengan Staph dapat mencakup dari ringan dan tidak memerlukan perawatan sampai berat/parah dan berpotensi fatal.
2. Pnemococcus
Pneumococcus adalah salah satu jenis bakteri yang dapat menyebabkan infeksi serius seperti radang paru-paru (pneumonia),meningitis (radang selaput otak) dan infeksi darah (sepsis).Sebenarnya ada sekitar 90 jenis kuman pneumokokus, tetapi hanya sedikit yang bisa menyebabkan penyakit gawat. Bentuk kumannya bulat-bulat dan memiliki bungkus atau kapsul. Bungkus inilah yang menentukan apakah si kuman akan berbahaya atau tidak.
C. MANIFESTASI KLINIS
Empiema dibagi menjadi dua stadium yaitu :
1. Empiema Akut
Terjadi sekunder akibat infeksi tempat lain, bukan primer dari pleura. Pada permulaan, gejala-gejalanya mirip dengan pneumonia, yaitu panas tinggi dan nyeri pada dada pleuritik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura. Bila stadium ini dibiarkan sampai beberapa minggu maka akan timbul toksemia, anemia, dan clubbing finger. Jika nanah tidak segera dikeluarkan akan timbul fistel bronkopleura. Adanya fistel ditandai dengan batuk yang makin produktif, bercampur nanah dan darah masif, serta kadang-kadang bisa timbul sufokasi (mati lemas).
Pada kasus empiema karena pneumotoraks pneumonia, timbulnya cairan adalah setelah keadaan pneumonianya membaik. Sebaliknya pada Streptococcus pneumonia, empiema timbul sewaktu masih akut. Pneumonia karena baksil gram negatif seperti E. coli atau Bakterioids sering kali menimbulkan empiema.
2. Empiema Kronis
Batas yang tegas antara empiema akut dan kronis sukar ditentukan. Disebut kronis jika empiema berlangsung selama lebih dari tiga bulan. Penderita mengeluh badannya terasa lemas, kesehatan makin menurun, pucat, clubbing fingers, dada datar, dan adanya tanda-tanda cairan pleura. Bila terjadi fibrotoraks, trakea , dan jantung akan tertarik ke sisi yang sakit.
D. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala empiema secara umum adalah :
Demam
Keringat malam
Nyeri pleural
Dispnea
Anoreksia dan penurunan berat badan
Auskultasi dada, ditemukan penurunan suara napas
Perkusi dada, suara flatness
Palpasi , ditemukan penurunan fremitus
Tanda gejala empiema berdasarkan klasifikasi empiema akut dan empiema kronis:
a. Emphiema akut:
Panas tinggi dan nyeri pleuritik.
Adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura.
Bila dibiarkan sampai beberapa minggu akan menimbulkan toksemia, anemia, dan clubbing finger .
Nanah yang tidak segera dikeluarkan akan menimbulkan fistel bronco-pleural.
Gejala adanya fistel ditandai dengan batuk produktif bercampur dengan darah dan nanah banyak sekali.
b. Emphiema kronis:
Disebut kronis karena lebih dari 3 bulan.
Badan lemah, kesehatan semakin menurun.
Pucat, clubbing finger.
Dada datar karena adanya tanda-tanda cairan pleura.
Terjadi fibrothorak trakea dan jantung tertarik kearah yang sakit.
Pemeriksaan radiologi menunjukkan cairan.
E. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan
1. Pengertian
Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel. Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi terdiri atas saluran pernapasan bagian atas, bawah, dan paru.
a. Saluran Pernapasan Bagian Atas
Saluran pernapasan atas berfungsi menyaring, menghangatkan, dan melembabkan udara
yang terhirup. Saluran pernapasan terdiri dari:
1. Hidung.
Hidung terdiri atas nares anterior (saluran dalam lubang hidung) yang memuat kelenjar sebaseus dengan ditutupi bulu yang kasar dan bermuara ke rongga hidung dan rongga hidung yang dilapisi oleh selaput lendir yang mengandung pembuluh darah. Proses oksigenasi diawali dengan penyaringan udara yang masuk melalui hidung oleh bulu yang ada dalam vestibulum (bagian rongga hidung), kemudian dihangatkan serta dilembabkan.
2. Faring.
Faring merupakan pipa yang memiliki otot, memanjang dari dasar tenggorok sampai esophagus yang terletak di belakang nasofaring (di belakang hidung), di belakang mulut (orofaring), dan di belakang laring (laringofaring).
3. Laring (Tenggorokan).
Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring yang terdiri atas bagian dari tulang rawan yang diikat bersama ligamen dan membran, terdiri atas dua lamina yang bersambung di garis tengah.
4. Epiglotis.
Epiglotis merupakan katup tulang rawan yang bertugas membantu menutup laring pada saat proses menelan.
b. Saluran Pernapasan Bagian Bawah.
Saluran pernapasan bagian bawah berfungsi mengalirkan udara dan menghasilkan
surfaktan. Saluran ini terdiri dari:
1. Trakea.
Trakea atau disebut sebagai batang tenggorok, memiliki panjang ± 9 cm yang dimulai dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis kelima. Trakea tersusun atas 16-20 lingkaran tidak lengkap berupa cincin, dilapisi selaput lendir yang terdiri atas epithelium bersilia yang dapat mengeluarkan debu atau benda asing.
2. Bronkus.
Bronkus merupakan bentuk percabangan atau kelanjutan dari trakea yang terdiri atas dua percabangan kanan dan kiri. Bagian kanan lebih pendek dan lebar daripada bagian kiri yang memiliki 3 lobus atas, tengah, dan bawah, sedangkan bronkus kiri lebih panjang dari bagian kanan yang berjalan dari lobus atas ke bawah.
3. Bronkiolus.
Bronkiolus merupakan saluran percabangan setelah bronkus.
4. Alveolus.
Alveolus itu terdiri atas satu lapis tunggal sel epithelium pipih, dan disinilah darah hampir langsung bersentuhan dengan udara. Suatu jaringan pembuluh darah kapiler mengitari alveolus dan pertukaran gas pun terjadi.
c. Paru
Paru merupakan organ utama dalam sistem pernapasan. Paru terletak dalam rongga thoraks setinggi tulang selangka sampai dengan diafragma. Paru terdiri atas beberapa lobus yang diselaputi oleh pleura parietalis dan pleura viseralis, serta dilindungi oleh cairan pleura yang berisi cairan surfaktan.
Paru sebagai alat pernapasan utama terdiri atas dua bagian, yaitu paru kanan dan kiri. Pada bagian tengah organ ini terdapat organ jantung beserta pembuluh darah yang berbentuk kerucut, dengan bagian puncak disebut apeks. Paru memiliki jaringan yang bersifat elastis, berpori, serta berfungsi sebagai tempat pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida.
2. Proses Oksigenasi
Proses pemenuhan kebutuhan oksigenasi tubuh terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi gas, dan transportasi gas/perfusi.
a. Ventilasi
Ventilasi merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Ada dua gerakan pernapasan yang terjadi sewaktu pernapasan, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi atau menarik napas adalah proses aktif yang diselenggarakan oleh kerja otot. Kontraksi diafragma meluaskan rongga dada dari atas sampai ke bawah, yaitu vertikal. Penaikan iga-iga dan sternum meluaskan rongga dada ke kedua sisi dan dari depan ke belakang. Pada ekspirasi, udara dipaksa keluar oleh pengendoran otot dan karena paru-paru kempis kembali, disebabkan sifat elastik paru-paru itu. Gerakan-gerakan ini adalah proses pasif.
Proses ventilasi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, adanya kemampuan thoraks dan paru pada alveoli dalam melaksanakan ekspansi, refleks batuk dan muntah.
b. Difusi gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler paru dan CO2 di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luasnya permukaan paru, tebal membran respirasi, dan perbedaan tekanan dan konsentrasi O2.
c. Transportasi gas
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Transportasi gas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu curah jantung (kardiak output), kondisi pembuluh darah, latihan (exercise), eritrosit dan Hb.
F. KLASIFIKASI dan STADIUM
Empiema dibagi menjadi dua:
1. Empiema Akut
Empiema akut disebabkan oleh infeksi akut di paru atau diluar paru. Mungkin pada fase infeksi, cairan tidak tampak sebagai pus tetapi sebagai cairan jernih kuning atau kekuning-kuningan. Sering timbul endapan fibrin sehingga sulit mengeluarkan nanahnya.
Empiema dapat berasal dari radang paru seperti pneumonia atau abses. Infeksi dari luar dapat disebabkan oleh trauma atau secara iatrogenic. Abses amuba atau infeksi pleuritis eksudativa juga dapat mengakibatkan empiema akut; akhirnya harus disebut juga fungus sebagai penyebab.
2. Empiema Kronik
Empiema disebut kronik bila paru sudah tidak bisa mengempis lagi ketika rongga pleura dibuka atau ketika dibuat hubungan langsung dengan dunia luar, umumnya keadaan ini disebabkan oleh terbentuknya fibrin yang merupakan pembukus tebal (sampai 1 cm) dan keras yang disebut korteks empiema. Karena adanya korteks ini paru tidak dapat menguncup bila rongga pleura dibuka. Kadang empiema menembus dinding dada sampai menyebabkan fistel kulit. Keadaan ini disebut empiema nesesitasis.
Apabila pleura parietalis dan viseralis menyatu pada tempat tertentu terjadi yang disebut lakunasi, sehingga empiema terdapat dibeberapa ruang. Karena kronik ini dapat terjadi karena penyebab empiema tidak dihilangkan, mungkin juga karena adanya benda asing.
Ada tiga stadium empiema toraks yaitu:
a. Stadium 1 disebut juga stadium eksudatif atau stadium akut, yang terjadi pada hari-hari pertama saat efusi. Inflamasi pleura menyebabkan peningkatan permeabilitas dan terjadi penimbunan cairan pleura namun masih sedikit. Cairan yang dihasilkan mengandung elemen seluler yang kebanyakan terdirir atas neutrofil.stadium ini terjadi selama 24 – 72 jam dan kemudian berkembang menjadi stadium fibropurulen. Cairan pleura mengalir bebas dan dikarakterisasi dengan jumlah darah putih yang rendah dan enzim laktat dehidrogenase (LDH) yang rendah serta glukosa dan pH yang normal, drainase yang dilakukan sedini mungkin dapat mempercepat perbaikan.
b. Stadium 2 disebut juga dengan stadium fibropurulen atau stadium transisional yang dikarakterisasi dengan inflamasi pleura yang meluas dan bertambahnya kekentalan dan kekeruhan cairan. Cairan dapat berisi banyak leukosit polimorfonuklear, bakteri dan debris seluler. Akumulasi protein dan fibrin disertai pembentukan membrane fibrin, yang membentuk bagian atau lokulasi dalam ruang pleura. Saat stadium ini berlanjut, pH cairan pleura dan glukosa menjadi rendah sedangkan LDH meningkat. Stadium ini berakhir setelah 7 – 10 hari dan sering membuntuhkan penanganan yang lanjut seperti torakostomi dan pemasangan tube.
c. Stadium 3 disebut juga stadium organisasi (kronik). Terjadi pembentukan kulit fibrinosa pada membrane pleura, membentuk jaringan yang mencegah ekspansi pleura dan membentuk lokulasi intrapleura yang menghalangi jalannya tuba torakostomi untuk drainase. Kulit pleura yang kental terbentuk dari resorpsi cairan dan merupakan hasil dari proliferasi fibroblast. Parenkim paru menjadi terperangkap dan terjadi pembentukan fibrotoraks. Stadium ini biasanya terjadi selama 2 – 4 minggu setelah gejala awal.
G. PATOFISIOLOGI
Mekanisme penyebaran infeksi sehingga mencapai rongga pleura:
1. Infeksi paru.
Infeksi paru seperti pneumonia dapat menyebar secara langsung ke pleura, penyebaran melalui sistem limfatik atau penyebaran secara hematogen. Penyebaran juga bisa terjadi akibat adanya nekrosis jaringan akibat pneumonia atau adanya abses yang ruftur ke rongga pleura.
2. Mediastinum.
Kuma-kuman dapat masuk ke rongga pleura melalui tracheal fistula, esofageal fistula, asanya abses di kelenjar mediastinum.
3. Subdiafragma, asanya proses di peritoneal atau di visceral dapat juga menyebar ke rongga pleura.
4. Inokulasi langsung, inokulasi langsung dapat terjadi akibat trauma, iatrogenik, pasca operasi. Pasca operasi dapat terjadi infeksi dari hemotoraks atau adanya leak dari bronkus.
Proses infeksi di paru seperti pneumonia, abses paru, sering mengakibatkan efusi parapneumonik yang merupakan awal terjadinya empiema, ada tiga fase perjalan efusi parapneumonik,
fase pertama atau fase eksudatif yang ditandai dengan penumpukan cairan pleura yang dteril dengan cepat dirongga pleura. Peumpukan cairan tersebut akibat peninggian permeabilitas kapiler di pleura visceralis yang diakibatkan pneumonitis. Cairan ini memiliki karakteristik rendah lekosit, rendah LDH, normal glukosa, dan normal pH.
Bila pemberian antibiotik tidak tepat, bakteri yang berasal dari proses pneumonitis tersebut akan menginvasi cairan pleura yang akan mengawali terjadinya fase kedua yaitu fase fibropurulen pada fase ini cairan pleura mempunyai karakteristik PMN lekosit tinggi, dijumpai bakteri dan debris selular, pH dan glukosa rendah dan LDH tinggi. Pasa fase ini, penanganan tidak cukup hanya dengan antibiotik tetapi memerlukan tindakan lain seperti pemasangan selang dada.
Bila penanganan juga kurang baik, penyakit akan memasuki fase akhir yaitu fase organization. Pada fase ini fibroblas akan berkembang ke eksudat dari permukaan pleura visceralis dan parietalis dan membentuk membran yang tidak elastis yang dinamakan pleural feel. Pleural feel ini akan menyelubungi paru dan menghalangi paru untuk mengembang. Pada fase ini eksudat sangat kental dan bila penanganan tetap tidak baik, penyakit dapat berlanjut menjadi empiema.
H. WOC
I. PENATALAKSANAAN
Prinsip pengobatan pada empiema :
1. Pengosongan ronga pleura dari nanah.
a. Aspirasi Sederhana
Dilakukan berulangkali dengan memakai jarum lubang besar. Cara ini cukup baik untuk mengeluarkan sebagian besar pus dari empiema akut atau cairan masih encer. Kerugian teknik seperti ini sering menimbulkan “pocketed” empiema. USG dapat dipakai untuk menentukan lokasi dari pocket empiema.
b. Drainase Tertutup
Pemasangan “Tube Thoracostomy” = Closed Drainage (WSD) Indikasi pemasangan drain ini apabila nanah sangat kental, nanah berbentuk sudah dua minggu dan telah terjadi pyopneumathoraks. Upaya WSD juga dapat dibantu dengan penghisapan negative sebesar 10 – 20 cmH2O.Pemasangan selang jangan terlalu rendah, biasanya diafagma terangkat karena empiema. Pilihlah selang yang cukup besar. Apabila tiga sampai 4 mingu tidak ada kemajuan harus ditempuh dengan cara lain seperti pada empiema kronis.
c. Drainase Terbuka (open drainage)
Karena Menggunakan kateter karet yang besar, maka perlu disertai juga dengan reseksi tulang iga. Open drainage ini dikerjakan pada empiema kronis, hal ini bisa terjadi akibat pengobatan yang terlambat atau tidak adekuat misalnya aspirasi yang terlambat atau tidak adekuat, drainase tidak adekuat sehingga harus sering mengganti atau membersihkan drain.
2. Pemberian antibiotika
Antibiotika diberikan secara adekuat sesuai dengan hasil uji resistensi. Dalam keadaan tidak dapat dilaksanakan uji resistensi atau diperkirakan hasil pemeriksaan resistensi akan datang terlambat, pengobatan polifragmasi antibiotika diperlukan dengan mempertimbangkan kuman yang biasanya menyebabkan empiema. Antibiotika polifragmasi tersebut, misalnya kombinasi antara penisilin dan kloramfenikol atau antara ampisilin dan kloksasilin.
3. Penutupan rongga empiema
Pada empiema menahun sering kali rongga empiema tidak menutup karena penebalan dan kekakuan pleura. Pada keadaan demikian dilakukan dilakukan pembedahan (dekortikasi) atau torakoplasti.
a. Dekortikasi
Tindakan ini termasuk operasi besar, dengan indikasi:
Drain tidak berjalan baik karena banyak kantung-kantung
Letak empiema sukar dicapai oleh drain
Empiema totalis yang mengalami organisasi pada pleura visceralis
b. Torakoplasti
Jika empiema tidak mau sembuh karena adanya fistel bronkopleura atau tidak mungkin dilakukan dekortikasi. Pada pembedahan ini, segmen dari tulang iga dipotong subperiosteal, dengan demikian dinding toraks jatuh ke dalam rongga pleura karena tekanan atmosfer.
4. Pengobatan kausal
Tergantung penyebabnya misalnya subfrenik abses dengan drainase subdiafragmatika, terapi spesifik pada amoebiasis, TB, aktinomeicosis, diobati dengan memberikan obat spesifik untuk masing-masing penyakit.
5. Pengobatan tambahan dan Fisioterapi
Dilakukan untuk memperbaiki keadaan umum lalu fisioterapi untuk membebaskan jalan napas.
J. KOMPLIKASI
Secara umum, empiema bisa merupakan komplikasi dari: Pneumonia, infeksi pada cedera di dada, pembedahan dada, pecahnya kerongkongan, dan abses di perut.
Adapun komplikasi secara khusus yang dapat timbul dari empiema adalah sebagai berikut:
a. Bula yang terbesar terbentuk karena bersatunya alveoli yang pecah sehingga dapat memperburuk fungsi dari pernapasan.
b. Pneumotoraks yang disebabkan oleh karena pecahnya bula kadang-kadang dapat berubah menjadi ventil pneumotoraks.
c. Kagagalan pernapasan dank or pulmonale merupakan komplikasi terakhir dari empiema. Kematian justru terjadi setelah terjadinya kegagalan pernapasan. Pada tipe pink puffer, walaupun pasien tampak sangat sesak akan terapi O2 dan CO2 darah masih dalam batas normal.
d. Terjadinya penurunan berat badan yang hebat, terutama pada usia muda.
e. Infeksi pleura mengarah ke sepsis, perlu diadakan evaluasi pepsis secara menyeluruh, misalnya foto dada.
f. Sepsis, yang mana pertama sekali dapat membentuk abses subfrenik sebelum menyebar ke rongga pleura melalui aliran getah bening
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS PADA KLIEN EMPIEMA
I. PENGKAJIAN
A. Identitas Pasien
Meliputi ( nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, no. medical record, dll ).
B. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Meliputi ada tidaknya sesak nafas, rasa berat di dada saat bernafas dan keluhan susah bernafas.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Klien dengan riwayat penyakit masa lalu yang berkaitan dengan riwayat penyakit saat ini misalnya batuk yang lama dan tidak sembuh sembuh akibat infeksi.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Klien sering merasa sesak nafas mendadak dan semakin lama semakin berat. Nyeri dada dirasakan pada sisi dada yang sakit, rasa berat, tertekan, dan rasa lebih nyeri saat bernafas. Perawat harus mengkaji apakah ada riwayat trauma yang mengenai rongga dada seperti peluru yang menebus dada dan paru, ledakan yang menyebabkan peningkatan tekanan udara dan pernah tidaknya terjadi tekanan mendadak di dada sehingga menyebabkan tekanan di dalamn paru meningkat. Selain itu kecelakaan lalu lintas biasanya menyebabkan trauma tumpul pada dada atau bisa juga karena tusukan benda tajam langsung menembus pleura.
d. Riwayat Kesehatan keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada riwayat penyakit keluarga, misalnya asma ( genetik ) memiliki peluang besar untuk terserang empiema
C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang berhubungan dengan empiema adalah sebagai berikut:
a. Pola aktivitas/istirahat
Data : keletihan, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari
karena sulit bernapas, ketidakmampuan untuk tidur.
Tanda : keletihan, gelisah, insomnia, lemah.
b. Sirkulasi
Data : tampak lemah, jantung berdebar-debar.
Tanda : peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung, pucat.
c. Pola hygiene
Data : penurunan kemampuan/peningkatan aktivitas sehari-hari.
Tanda : kebersihan buruk, bau badan.
d. Pola nutrisi
Data : mual, muntah, nafsu makan buruk, penurunan berat badan.
Tanda : turgor kulit buruk, edema, berkeringat.
e. Rasa nyaman
Data : nyeri, sesak.
Tanda : gelisah, meringis.
f. Keadaan fisik
g. Data :badan terasa panas, pusing.
h. Tanda :suhu, nadi, nafas, dan tekanan darah meningkat, hipertermia.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi secret.
2. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan infeksi pada paru.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispneu, kelemahan, anoreksia.
III. INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan Kriteria
Hasil Intervensi Rasional
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi secret Bersihan jalan nafas menjadi efektif 1. Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas, misal batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
2. tidak ada ronchi.
3. tidak ada wheezing 1.Bantu klien latihan nafas dalam dengan keadaan semifowler. Tunjukkan cara batuk efektif dengan cara menekan dada dan batuk .
2.Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/ hari ( kecuali kontra indikasi ) tawarkan yang hangat dari pada dingin.
3.Berikan obat sesuai indikasi ( Mukolitik, ekspektoran, bronkodilator).
4.Auskultasi adanya bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti wheezing, ronchi.
5.Observasi batuk dan sekret.
1.Nafas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru atau jalan lebih kecil.
2.Cairan ( khususnya yang hangat ) memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
3.Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret.
4.Bunyi nafas menurun atau tak ada bila jalan nafas obstruksi terhadap kolaps jalan nafas kecil. ronchi dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas.
5.Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering. Sputum darah dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan.
2 .Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan infeksi pada paru.
Nyeri dapat berkurang. 1. Mengungkapkan rasa nyeri di dada kiri berkurang
2. Skala nyeri normal
3. dapat bernapas tanpa rasa nyeri
4. tanda vital dalam batas normal. 1. Pantau nadi dan tekanan darah tiap 3–4 jam.
2. Kaji tinkat nyeri dan kemampuan adaptasi.
3. Berikan posisi semifowler.
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik.
5. Evaluasi skala nyeri 1. Identifikasi kemajuan/penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
2. Memantau tingkat nyeri dan respon klien terhadap nyeri yang timbul.
3. Meningkatkan ekspansi toraks.
4. Menghilangkan rasa nyeri akibat penumpukan cairan.
5. Mengontrol nyeri dan memblok jalan rangsang nyeri.
3 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispneu, kelemahan, anoreksia.
kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi 1. Nafsu makan meningkat.
2. BB meningkat atau normal sesuai umur 1. Mendiskusikan dan menjelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin).
2.Menciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat.
3.Memberikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan.
4. Memonitor intake dan out put dalam 24 jam.
5. Berkolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
a.Terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
b.Obat-obatan atau vitamin
1. Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan sluran usus.
2. Situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
3. Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan.
4. Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
5. Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Empiema adalah suatu penyakit yang menyerang sistem Respirasi, dimana Empiema adalah suatu gangguan pada paru-paru karena terkumpulnya pus/nanah pada rongga pleura, yang dapat megisi satu lokasi pleura maupun seluruh rongga pleura.
Penyebap empiema dibagi menjadi 3 berdasarkan asalnya yaitu yang berasal dari paru-paru itu sendiri seperti Pneumonia dan abses paru, kemudian yang kedua berasal dari adanya infeksi dari luar, misalnya trauma dari tumor, dan pembedahan otak, yang terakhir berasal dari bakteri, misalnya Streptococcus pyogenes, bakteri gram negative, dan bakteri anaerob.
Penatalaksanaan Empiem dapat berupa intervensi keperawatan maupun medis. Selain itu dapat juga dari kolaborasai dengan tim kesehatan yang lainnya.
Mengetahui konsep asuhan keperawatan Empiema dan konsep Empiema itu sendiri sangat penting untuk mengetahui tindakan apa yang sebaiknya dilakukan baik oleh perawat maupun tim kesehatn lainya.
2 Saran
Kepada tim kesehatan, terutama perawat diharpakan untuk lebih mencermati keadaan pasien sebeluh dan sesudah melakukan tindakan. Kesalahan kecil, dapat berimbas kepada kesalahan-kesalahan yang lain.
Memperluas wawasan mengenai konsep asuhan keperawatan yang tepat terhadap berbagai penyakit, dalam hal ini penyakit yang menyerang sistem Respirasi, menjadi hal yang wajib untuk diketahui dan dilakukan oleh perawat professional.
1. Pengertian
Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel. Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi terdiri atas saluran pernapasan bagian atas, bawah, dan paru.
a. Saluran Pernapasan Bagian Atas
Saluran pernapasan atas berfungsi menyaring, menghangatkan, dan melembabkan udara
yang terhirup. Saluran pernapasan terdiri dari:
1. Hidung.
Hidung terdiri atas nares anterior (saluran dalam lubang hidung) yang memuat kelenjar sebaseus dengan ditutupi bulu yang kasar dan bermuara ke rongga hidung dan rongga hidung yang dilapisi oleh selaput lendir yang mengandung pembuluh darah. Proses oksigenasi diawali dengan penyaringan udara yang masuk melalui hidung oleh bulu yang ada dalam vestibulum (bagian rongga hidung), kemudian dihangatkan serta dilembabkan.
2. Faring.
Faring merupakan pipa yang memiliki otot, memanjang dari dasar tenggorok sampai esophagus yang terletak di belakang nasofaring (di belakang hidung), di belakang mulut (orofaring), dan di belakang laring (laringofaring).
3. Laring (Tenggorokan).
Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring yang terdiri atas bagian dari tulang rawan yang diikat bersama ligamen dan membran, terdiri atas dua lamina yang bersambung di garis tengah.
4. Epiglotis.
Epiglotis merupakan katup tulang rawan yang bertugas membantu menutup laring pada saat proses menelan.
b. Saluran Pernapasan Bagian Bawah.
Saluran pernapasan bagian bawah berfungsi mengalirkan udara dan menghasilkan
surfaktan. Saluran ini terdiri dari:
1. Trakea.
Trakea atau disebut sebagai batang tenggorok, memiliki panjang ± 9 cm yang dimulai dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis kelima. Trakea tersusun atas 16-20 lingkaran tidak lengkap berupa cincin, dilapisi selaput lendir yang terdiri atas epithelium bersilia yang dapat mengeluarkan debu atau benda asing.
2. Bronkus.
Bronkus merupakan bentuk percabangan atau kelanjutan dari trakea yang terdiri atas dua percabangan kanan dan kiri. Bagian kanan lebih pendek dan lebar daripada bagian kiri yang memiliki 3 lobus atas, tengah, dan bawah, sedangkan bronkus kiri lebih panjang dari bagian kanan yang berjalan dari lobus atas ke bawah.
3. Bronkiolus.
Bronkiolus merupakan saluran percabangan setelah bronkus.
4. Alveolus.
Alveolus itu terdiri atas satu lapis tunggal sel epithelium pipih, dan disinilah darah hampir langsung bersentuhan dengan udara. Suatu jaringan pembuluh darah kapiler mengitari alveolus dan pertukaran gas pun terjadi.
c. Paru
Paru merupakan organ utama dalam sistem pernapasan. Paru terletak dalam rongga thoraks setinggi tulang selangka sampai dengan diafragma. Paru terdiri atas beberapa lobus yang diselaputi oleh pleura parietalis dan pleura viseralis, serta dilindungi oleh cairan pleura yang berisi cairan surfaktan.
Paru sebagai alat pernapasan utama terdiri atas dua bagian, yaitu paru kanan dan kiri. Pada bagian tengah organ ini terdapat organ jantung beserta pembuluh darah yang berbentuk kerucut, dengan bagian puncak disebut apeks. Paru memiliki jaringan yang bersifat elastis, berpori, serta berfungsi sebagai tempat pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida.
2. Proses Oksigenasi
Proses pemenuhan kebutuhan oksigenasi tubuh terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi gas, dan transportasi gas/perfusi.
a. Ventilasi
Ventilasi merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Ada dua gerakan pernapasan yang terjadi sewaktu pernapasan, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi atau menarik napas adalah proses aktif yang diselenggarakan oleh kerja otot. Kontraksi diafragma meluaskan rongga dada dari atas sampai ke bawah, yaitu vertikal. Penaikan iga-iga dan sternum meluaskan rongga dada ke kedua sisi dan dari depan ke belakang. Pada ekspirasi, udara dipaksa keluar oleh pengendoran otot dan karena paru-paru kempis kembali, disebabkan sifat elastik paru-paru itu. Gerakan-gerakan ini adalah proses pasif.
Proses ventilasi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, adanya kemampuan thoraks dan paru pada alveoli dalam melaksanakan ekspansi, refleks batuk dan muntah.
b. Difusi gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler paru dan CO2 di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luasnya permukaan paru, tebal membran respirasi, dan perbedaan tekanan dan konsentrasi O2.
c. Transportasi gas
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Transportasi gas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu curah jantung (kardiak output), kondisi pembuluh darah, latihan (exercise), eritrosit dan Hb.
F. KLASIFIKASI dan STADIUM
Empiema dibagi menjadi dua:
1. Empiema Akut
Empiema akut disebabkan oleh infeksi akut di paru atau diluar paru. Mungkin pada fase infeksi, cairan tidak tampak sebagai pus tetapi sebagai cairan jernih kuning atau kekuning-kuningan. Sering timbul endapan fibrin sehingga sulit mengeluarkan nanahnya.
Empiema dapat berasal dari radang paru seperti pneumonia atau abses. Infeksi dari luar dapat disebabkan oleh trauma atau secara iatrogenic. Abses amuba atau infeksi pleuritis eksudativa juga dapat mengakibatkan empiema akut; akhirnya harus disebut juga fungus sebagai penyebab.
2. Empiema Kronik
Empiema disebut kronik bila paru sudah tidak bisa mengempis lagi ketika rongga pleura dibuka atau ketika dibuat hubungan langsung dengan dunia luar, umumnya keadaan ini disebabkan oleh terbentuknya fibrin yang merupakan pembukus tebal (sampai 1 cm) dan keras yang disebut korteks empiema. Karena adanya korteks ini paru tidak dapat menguncup bila rongga pleura dibuka. Kadang empiema menembus dinding dada sampai menyebabkan fistel kulit. Keadaan ini disebut empiema nesesitasis.
Apabila pleura parietalis dan viseralis menyatu pada tempat tertentu terjadi yang disebut lakunasi, sehingga empiema terdapat dibeberapa ruang. Karena kronik ini dapat terjadi karena penyebab empiema tidak dihilangkan, mungkin juga karena adanya benda asing.
Ada tiga stadium empiema toraks yaitu:
a. Stadium 1 disebut juga stadium eksudatif atau stadium akut, yang terjadi pada hari-hari pertama saat efusi. Inflamasi pleura menyebabkan peningkatan permeabilitas dan terjadi penimbunan cairan pleura namun masih sedikit. Cairan yang dihasilkan mengandung elemen seluler yang kebanyakan terdirir atas neutrofil.stadium ini terjadi selama 24 – 72 jam dan kemudian berkembang menjadi stadium fibropurulen. Cairan pleura mengalir bebas dan dikarakterisasi dengan jumlah darah putih yang rendah dan enzim laktat dehidrogenase (LDH) yang rendah serta glukosa dan pH yang normal, drainase yang dilakukan sedini mungkin dapat mempercepat perbaikan.
b. Stadium 2 disebut juga dengan stadium fibropurulen atau stadium transisional yang dikarakterisasi dengan inflamasi pleura yang meluas dan bertambahnya kekentalan dan kekeruhan cairan. Cairan dapat berisi banyak leukosit polimorfonuklear, bakteri dan debris seluler. Akumulasi protein dan fibrin disertai pembentukan membrane fibrin, yang membentuk bagian atau lokulasi dalam ruang pleura. Saat stadium ini berlanjut, pH cairan pleura dan glukosa menjadi rendah sedangkan LDH meningkat. Stadium ini berakhir setelah 7 – 10 hari dan sering membuntuhkan penanganan yang lanjut seperti torakostomi dan pemasangan tube.
c. Stadium 3 disebut juga stadium organisasi (kronik). Terjadi pembentukan kulit fibrinosa pada membrane pleura, membentuk jaringan yang mencegah ekspansi pleura dan membentuk lokulasi intrapleura yang menghalangi jalannya tuba torakostomi untuk drainase. Kulit pleura yang kental terbentuk dari resorpsi cairan dan merupakan hasil dari proliferasi fibroblast. Parenkim paru menjadi terperangkap dan terjadi pembentukan fibrotoraks. Stadium ini biasanya terjadi selama 2 – 4 minggu setelah gejala awal.
G. PATOFISIOLOGI
Mekanisme penyebaran infeksi sehingga mencapai rongga pleura:
1. Infeksi paru.
Infeksi paru seperti pneumonia dapat menyebar secara langsung ke pleura, penyebaran melalui sistem limfatik atau penyebaran secara hematogen. Penyebaran juga bisa terjadi akibat adanya nekrosis jaringan akibat pneumonia atau adanya abses yang ruftur ke rongga pleura.
2. Mediastinum.
Kuma-kuman dapat masuk ke rongga pleura melalui tracheal fistula, esofageal fistula, asanya abses di kelenjar mediastinum.
3. Subdiafragma, asanya proses di peritoneal atau di visceral dapat juga menyebar ke rongga pleura.
4. Inokulasi langsung, inokulasi langsung dapat terjadi akibat trauma, iatrogenik, pasca operasi. Pasca operasi dapat terjadi infeksi dari hemotoraks atau adanya leak dari bronkus.
Proses infeksi di paru seperti pneumonia, abses paru, sering mengakibatkan efusi parapneumonik yang merupakan awal terjadinya empiema, ada tiga fase perjalan efusi parapneumonik,
fase pertama atau fase eksudatif yang ditandai dengan penumpukan cairan pleura yang dteril dengan cepat dirongga pleura. Peumpukan cairan tersebut akibat peninggian permeabilitas kapiler di pleura visceralis yang diakibatkan pneumonitis. Cairan ini memiliki karakteristik rendah lekosit, rendah LDH, normal glukosa, dan normal pH.
Bila pemberian antibiotik tidak tepat, bakteri yang berasal dari proses pneumonitis tersebut akan menginvasi cairan pleura yang akan mengawali terjadinya fase kedua yaitu fase fibropurulen pada fase ini cairan pleura mempunyai karakteristik PMN lekosit tinggi, dijumpai bakteri dan debris selular, pH dan glukosa rendah dan LDH tinggi. Pasa fase ini, penanganan tidak cukup hanya dengan antibiotik tetapi memerlukan tindakan lain seperti pemasangan selang dada.
Bila penanganan juga kurang baik, penyakit akan memasuki fase akhir yaitu fase organization. Pada fase ini fibroblas akan berkembang ke eksudat dari permukaan pleura visceralis dan parietalis dan membentuk membran yang tidak elastis yang dinamakan pleural feel. Pleural feel ini akan menyelubungi paru dan menghalangi paru untuk mengembang. Pada fase ini eksudat sangat kental dan bila penanganan tetap tidak baik, penyakit dapat berlanjut menjadi empiema.
H. WOC
I. PENATALAKSANAAN
Prinsip pengobatan pada empiema :
1. Pengosongan ronga pleura dari nanah.
a. Aspirasi Sederhana
Dilakukan berulangkali dengan memakai jarum lubang besar. Cara ini cukup baik untuk mengeluarkan sebagian besar pus dari empiema akut atau cairan masih encer. Kerugian teknik seperti ini sering menimbulkan “pocketed” empiema. USG dapat dipakai untuk menentukan lokasi dari pocket empiema.
b. Drainase Tertutup
Pemasangan “Tube Thoracostomy” = Closed Drainage (WSD) Indikasi pemasangan drain ini apabila nanah sangat kental, nanah berbentuk sudah dua minggu dan telah terjadi pyopneumathoraks. Upaya WSD juga dapat dibantu dengan penghisapan negative sebesar 10 – 20 cmH2O.Pemasangan selang jangan terlalu rendah, biasanya diafagma terangkat karena empiema. Pilihlah selang yang cukup besar. Apabila tiga sampai 4 mingu tidak ada kemajuan harus ditempuh dengan cara lain seperti pada empiema kronis.
c. Drainase Terbuka (open drainage)
Karena Menggunakan kateter karet yang besar, maka perlu disertai juga dengan reseksi tulang iga. Open drainage ini dikerjakan pada empiema kronis, hal ini bisa terjadi akibat pengobatan yang terlambat atau tidak adekuat misalnya aspirasi yang terlambat atau tidak adekuat, drainase tidak adekuat sehingga harus sering mengganti atau membersihkan drain.
2. Pemberian antibiotika
Antibiotika diberikan secara adekuat sesuai dengan hasil uji resistensi. Dalam keadaan tidak dapat dilaksanakan uji resistensi atau diperkirakan hasil pemeriksaan resistensi akan datang terlambat, pengobatan polifragmasi antibiotika diperlukan dengan mempertimbangkan kuman yang biasanya menyebabkan empiema. Antibiotika polifragmasi tersebut, misalnya kombinasi antara penisilin dan kloramfenikol atau antara ampisilin dan kloksasilin.
3. Penutupan rongga empiema
Pada empiema menahun sering kali rongga empiema tidak menutup karena penebalan dan kekakuan pleura. Pada keadaan demikian dilakukan dilakukan pembedahan (dekortikasi) atau torakoplasti.
a. Dekortikasi
Tindakan ini termasuk operasi besar, dengan indikasi:
Drain tidak berjalan baik karena banyak kantung-kantung
Letak empiema sukar dicapai oleh drain
Empiema totalis yang mengalami organisasi pada pleura visceralis
b. Torakoplasti
Jika empiema tidak mau sembuh karena adanya fistel bronkopleura atau tidak mungkin dilakukan dekortikasi. Pada pembedahan ini, segmen dari tulang iga dipotong subperiosteal, dengan demikian dinding toraks jatuh ke dalam rongga pleura karena tekanan atmosfer.
4. Pengobatan kausal
Tergantung penyebabnya misalnya subfrenik abses dengan drainase subdiafragmatika, terapi spesifik pada amoebiasis, TB, aktinomeicosis, diobati dengan memberikan obat spesifik untuk masing-masing penyakit.
5. Pengobatan tambahan dan Fisioterapi
Dilakukan untuk memperbaiki keadaan umum lalu fisioterapi untuk membebaskan jalan napas.
J. KOMPLIKASI
Secara umum, empiema bisa merupakan komplikasi dari: Pneumonia, infeksi pada cedera di dada, pembedahan dada, pecahnya kerongkongan, dan abses di perut.
Adapun komplikasi secara khusus yang dapat timbul dari empiema adalah sebagai berikut:
a. Bula yang terbesar terbentuk karena bersatunya alveoli yang pecah sehingga dapat memperburuk fungsi dari pernapasan.
b. Pneumotoraks yang disebabkan oleh karena pecahnya bula kadang-kadang dapat berubah menjadi ventil pneumotoraks.
c. Kagagalan pernapasan dank or pulmonale merupakan komplikasi terakhir dari empiema. Kematian justru terjadi setelah terjadinya kegagalan pernapasan. Pada tipe pink puffer, walaupun pasien tampak sangat sesak akan terapi O2 dan CO2 darah masih dalam batas normal.
d. Terjadinya penurunan berat badan yang hebat, terutama pada usia muda.
e. Infeksi pleura mengarah ke sepsis, perlu diadakan evaluasi pepsis secara menyeluruh, misalnya foto dada.
f. Sepsis, yang mana pertama sekali dapat membentuk abses subfrenik sebelum menyebar ke rongga pleura melalui aliran getah bening
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS PADA KLIEN EMPIEMA
I. PENGKAJIAN
A. Identitas Pasien
Meliputi ( nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, no. medical record, dll ).
B. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Meliputi ada tidaknya sesak nafas, rasa berat di dada saat bernafas dan keluhan susah bernafas.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Klien dengan riwayat penyakit masa lalu yang berkaitan dengan riwayat penyakit saat ini misalnya batuk yang lama dan tidak sembuh sembuh akibat infeksi.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Klien sering merasa sesak nafas mendadak dan semakin lama semakin berat. Nyeri dada dirasakan pada sisi dada yang sakit, rasa berat, tertekan, dan rasa lebih nyeri saat bernafas. Perawat harus mengkaji apakah ada riwayat trauma yang mengenai rongga dada seperti peluru yang menebus dada dan paru, ledakan yang menyebabkan peningkatan tekanan udara dan pernah tidaknya terjadi tekanan mendadak di dada sehingga menyebabkan tekanan di dalamn paru meningkat. Selain itu kecelakaan lalu lintas biasanya menyebabkan trauma tumpul pada dada atau bisa juga karena tusukan benda tajam langsung menembus pleura.
d. Riwayat Kesehatan keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada riwayat penyakit keluarga, misalnya asma ( genetik ) memiliki peluang besar untuk terserang empiema
C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang berhubungan dengan empiema adalah sebagai berikut:
a. Pola aktivitas/istirahat
Data : keletihan, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari
karena sulit bernapas, ketidakmampuan untuk tidur.
Tanda : keletihan, gelisah, insomnia, lemah.
b. Sirkulasi
Data : tampak lemah, jantung berdebar-debar.
Tanda : peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung, pucat.
c. Pola hygiene
Data : penurunan kemampuan/peningkatan aktivitas sehari-hari.
Tanda : kebersihan buruk, bau badan.
d. Pola nutrisi
Data : mual, muntah, nafsu makan buruk, penurunan berat badan.
Tanda : turgor kulit buruk, edema, berkeringat.
e. Rasa nyaman
Data : nyeri, sesak.
Tanda : gelisah, meringis.
f. Keadaan fisik
g. Data :badan terasa panas, pusing.
h. Tanda :suhu, nadi, nafas, dan tekanan darah meningkat, hipertermia.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi secret.
2. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan infeksi pada paru.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispneu, kelemahan, anoreksia.
III. INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan Kriteria
Hasil Intervensi Rasional
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi secret Bersihan jalan nafas menjadi efektif 1. Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas, misal batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
2. tidak ada ronchi.
3. tidak ada wheezing 1.Bantu klien latihan nafas dalam dengan keadaan semifowler. Tunjukkan cara batuk efektif dengan cara menekan dada dan batuk .
2.Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/ hari ( kecuali kontra indikasi ) tawarkan yang hangat dari pada dingin.
3.Berikan obat sesuai indikasi ( Mukolitik, ekspektoran, bronkodilator).
4.Auskultasi adanya bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti wheezing, ronchi.
5.Observasi batuk dan sekret.
1.Nafas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru atau jalan lebih kecil.
2.Cairan ( khususnya yang hangat ) memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
3.Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret.
4.Bunyi nafas menurun atau tak ada bila jalan nafas obstruksi terhadap kolaps jalan nafas kecil. ronchi dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas.
5.Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering. Sputum darah dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan.
2 .Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan infeksi pada paru.
Nyeri dapat berkurang. 1. Mengungkapkan rasa nyeri di dada kiri berkurang
2. Skala nyeri normal
3. dapat bernapas tanpa rasa nyeri
4. tanda vital dalam batas normal. 1. Pantau nadi dan tekanan darah tiap 3–4 jam.
2. Kaji tinkat nyeri dan kemampuan adaptasi.
3. Berikan posisi semifowler.
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik.
5. Evaluasi skala nyeri 1. Identifikasi kemajuan/penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
2. Memantau tingkat nyeri dan respon klien terhadap nyeri yang timbul.
3. Meningkatkan ekspansi toraks.
4. Menghilangkan rasa nyeri akibat penumpukan cairan.
5. Mengontrol nyeri dan memblok jalan rangsang nyeri.
3 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispneu, kelemahan, anoreksia.
kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi 1. Nafsu makan meningkat.
2. BB meningkat atau normal sesuai umur 1. Mendiskusikan dan menjelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin).
2.Menciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat.
3.Memberikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan.
4. Memonitor intake dan out put dalam 24 jam.
5. Berkolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
a.Terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
b.Obat-obatan atau vitamin
1. Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan sluran usus.
2. Situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
3. Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan.
4. Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
5. Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Empiema adalah suatu penyakit yang menyerang sistem Respirasi, dimana Empiema adalah suatu gangguan pada paru-paru karena terkumpulnya pus/nanah pada rongga pleura, yang dapat megisi satu lokasi pleura maupun seluruh rongga pleura.
Penyebap empiema dibagi menjadi 3 berdasarkan asalnya yaitu yang berasal dari paru-paru itu sendiri seperti Pneumonia dan abses paru, kemudian yang kedua berasal dari adanya infeksi dari luar, misalnya trauma dari tumor, dan pembedahan otak, yang terakhir berasal dari bakteri, misalnya Streptococcus pyogenes, bakteri gram negative, dan bakteri anaerob.
Penatalaksanaan Empiem dapat berupa intervensi keperawatan maupun medis. Selain itu dapat juga dari kolaborasai dengan tim kesehatan yang lainnya.
Mengetahui konsep asuhan keperawatan Empiema dan konsep Empiema itu sendiri sangat penting untuk mengetahui tindakan apa yang sebaiknya dilakukan baik oleh perawat maupun tim kesehatn lainya.
2 Saran
Kepada tim kesehatan, terutama perawat diharpakan untuk lebih mencermati keadaan pasien sebeluh dan sesudah melakukan tindakan. Kesalahan kecil, dapat berimbas kepada kesalahan-kesalahan yang lain.
Memperluas wawasan mengenai konsep asuhan keperawatan yang tepat terhadap berbagai penyakit, dalam hal ini penyakit yang menyerang sistem Respirasi, menjadi hal yang wajib untuk diketahui dan dilakukan oleh perawat professional.